Selasa, 28 Juni 2016

Gula Reduksi Tetes metode Eynon-Lane


       I.            JUDUL
Analisa Gula Reduksi Tetes Metode Eynon-Lane
    II.            TUJUAN
·         Mengetahui % gula reduksi dari tetes dengan metode Eynon-Lane.
·         Memahami dan mampu melakukan analisa gula reduksi dengan metode Eynon-Lane
 III.            DASAR TEORI
Molase adalah sejenis sirup yang merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir. Molase tidak dikristalkan karena mengandung glukosa dan fruktosa yang tidak dikristalkan lagi. Sumber molase itu sendiri didapatkan dari 2 macam. Pertama dari tebu dan kedua dari bit. Dari kedua sumber tersebut akan didapatkan molase yang berbeda sifat dan pengolahannya. Molase dari tebu dapat dibedakan menjadi 3 jenis. Molase kelas 1 , kelas 2 dan black strap. Molase kelas 1 didapatkan saat pertama kali jus tebu dikristalisasi. Saat dikristalisasi terdapat sisa jus yang tidak mengristal dan berwarna bening. Maka sisa jus ini langsung diambil sebagai molase kelas 1. Kemudian molase kelas 2 atau biasa disebut dengan ”Dark” diperoleh saat proses kristalisasi kedua. Warnanya agak kecoklatan sehingga sering disebut juga dengan istilah ”Dark”. Dan molase kelas terakhir, Black Strap diperoleh dari kristalisasi terakhir. Warna black strap ini memang mendekati hitam (coklat tua) sehingga tidak salah jika diberi nama ”Black Strap” sesuai dengan warnanya. Black strap ternyata memiliki kandungan zat yang berguna. Zat-zat tersebut antara lain kalsium, magnesium, potasium, dan besi. Black strap memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi, karena terdiri dari glukosa dan fruktosa. Berbagai vitamin terkandung pula di dalamnya. 
Karbohidrat merupakan senyawa polihidroksiketon atau polihidroksialdehid yang mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat sangatlah beragam sifatnya. Salah satu perbedaan utama antara berbagai tipe karbohidrat adalah tipe molekulnya. Berbagai senyawa yang termasuk karbohidrat mempunyai berat molekul yang berbeda yaitu dari senyawa yang sederhana yang mempunyai berat molekul 90 hingga 50.000 bahkan lebih.  Berbagai senyawa tersebut digolongkan menjadi tiga golongan yaitu golongan monosakarida, disakarida dan polisakarida. Sebagian karbohidrat  bersifat gula pereduksi. Gula pereduksi adalah golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron. Contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktivitas enzim, di mana semakin tinggi aktifitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan. Jumlah gula pereduksi yang dihasilkan selama reaksi diukur dengan menggunakan pereaksi asam dinitro salisilat/dinitrosalycilic acid (DNS) pada panjang gelombang 540 nm. Semakin tinggi nilai absorbansi yang dihasilkan, semakin banyak pula gula pereduksi yang terkandung.
Gugus aldehida atau gugus keton monosakarida dapat direduksi secara secara kimia menjadi , misalnya D-sorbito yang berasal dari D-glukosa.
Contoh gula nonpereduksi: sukrosa, rafinosa, stakiosa, dan verbakosa. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C-1 pada gugus glukosanya, karena itu laktosa bersifat pereduksi sedangkan sukrosa bersifat nonpereduksi.
Fruktosa dikatakan gula non pereduksi, padahal dalam faktanya fruktosa adalah gula pereduksi karena mengandung gugus ketosa. Tetapi, gugus ketosa pada atom C no 2 fruktosa ini menyebabkan fruktosa tidak mempunyai atom H yang dapat mereduksi reagen, yang artinya fruktosa tidak dapat mereduksi reagen, sehingga fruktosa merupakan gula non pereduksi.
Beberapa metode kimia untuk penentuan monosakarida dan oligosakarida dipisahkan berdasarkan banyaknya agen perduksi yang dapat bereaksi dengan senyawa lain untuk diendapkan atau membentuk warna secara kuantitatif . Konsentrasi dari karbohidrat dapat ditentukan dengan metode gravimetri , spektrofometri, dan titrasi volumetri.
Gula mereduksi Cupro (Cu2+) dalam suasana alkali. Setelah semua kuper direduksi, gula akan mereduksi methylen blue menjadi methylen white.
Reaksi :
- 2 Cu2+ + 2 OH- + 2e à Cu2O + H2O
- RCHO + 2OH- à RCOOH + H2O + 2e
- RCHO + 2 Cu2 + 4OH- à RCOOH + Cu2O + 2 H2O
Penentuan gula dengan metode Lane-Eynon adalah dengan cara menitrasi reagen Soxhlet (larutan CuSO4, K-Na-tartat) dengan larutan gula yang diselidiki. Banyaknya larutan contoh yang dibutuhkan untuk menitrasi reagen Soxhlet dapatdiketahui banyaknya gula yang ada dengan melihat pada tabel Lane-Eynon. Agar diperoleh penentuan yang tepat maka reagen Soxhlet perlu distandarisasi dengan larutan gula standar. Standarisasi ini dikerjakan untuk menentukan besarnya faktor koreksi dalam menggunakan tabel Lane-Eynon.Pada titrasi reagen Soxhlet dengan larutan gula akan berakhir apabila warna larutan berubah dari biru menjadi tidak berwarna. Indikator yang digunakan pada cara ini adalah methilen biru.
Metode Lane-eynon adalah metode titrasi (volumetri) untuk penentuan gula pereduksi. Penentuan gula reduksi dengan metode ini didasarkan atas pengukuran standar yang dibutuhkan untuk mereduksi preaksi tembaga basa yang diketahui volumenya. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan hilangnya warna indikator metilen biru. Titik akhir titrasi merupakan jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga. (Apriyanto, 1989).
Titrasi lane eynon digunakan untuk menghitung kadar gula tereduksi. Melalui metode ini dapat diketahui sisa gula reduksi yang terdapat dalam larutan, sehingga dapat dihitung berapa konversi yang diperoleh.
Titrasi ini menggunakan indikator metilen biru. Perubahan warna yang terjadi adalah dari biru hingga semua warna biru hilang berganti menjadi kemerahan yang menandakan adanya endapan tembaga oksida. Warna dapat kembali menjadi biru karena teroksidasi oleh udara. Untuk mencegah hal tersebut, titrasi dilangsungkan dengan mendidihkan larutan yang dititrasi sehingga uap dapat mencegah kontak dengan udara dan mencegah terjadinya oksidasi kembali.
Metode ini didasarkan pada sifat aldehid dan keton yang dapat mereduksi larutan alkali, dalam hal ini digunakan tembaga tartrat yang dikenal sebagai larutan Fehling. Larutan Fehling yang digunakan merupakan campuran larutan tembaga sulfat dan laruta alkali tartrat. Gula reduksi merupakan reduktor kuat sedangkan Cu2+ merupakan oksidator lemah. Gula mereduksi Cu2+ membentuk endapan Cu2O yang berwarna merah bata.
Metode Lane-Eynon digunakan untuk menentukan dekstrosa , maltose dan gula terkait yang terkandung dalam sirup glukosa dengan cara mereduksi tembaga sulfat (CuSO4) dalam larutan fehling (Pancoast, 1980). Dalam pereaksi fehling ion Cu++ direduksi menjadi Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan sebagai Cu2O (Poedjiadi, 1994).
Metode Lane Eynon merupakan metode penentuan secara volumetri dengan pereaksi Fehling A dan Fehling B merupakan campuran garam saitgnette(C4H4KnaO6.4H2O) dan NaOH.
Gula Reduksi dengan larutan Fehling B akan membentuk enediol,yang kemudian enediol ini  akan bereaksi dengan ion kupri (Fehling A) akan membentuk ion kupro dan campuran dan campuran asam-asam. Selanjutnya ion kupro dalam suasana akan membentuk kupro oksida yang dalam keadaan panas mendidih akan mengendap menjadi endapan kupro oksida (Cu2O).
Terbentuknya endapan berwarna merah yaitu kupro oksida (Cu2O) akibat adanya reaksi reduksi oksidasi (redoks), gugus aldehid pada glukosa akan mereduksi ion tembaga (II) menjadi tembaga (I) oksida. Karena larutan bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya teroksidasi menjadi sebuah garam dari asam karboksilat yang sesuai. Persamaan untuk reaksi-reaksi ini selalu disederhanakan untuk menghindari keharusan menuliskan ion tartrat atau sitrat pada kompleks tembaga dalam rumus struktur. 
 IV.            ALAT DAN BAHAN
·         Alat
1.      Labu takar 250 ml, 500 ml
2.      Corong gelas
3.      Kertas saring
4.      Pengaduk
5.      Buret
6.      Pemanas
7.      Gelas ukur 5 ml, 10 ml, dan 25 ml
8.      Pipet tetes
9.      Pipet volum 100 ml
10.  Timbangan analitik
11.  Gelas kimia 250 ml
12.  Erlenmayer
·         Bahan
1.      Tetes (molases)
2.      Pb nitrat 50%
3.      NaOH
4.      Aquades
5.      Al2 (SO4)3 30 %
6.      HCL
7.      ATN 10 %
8.      Larutan Fehling I dan II
9.      Indikator MB
10.  PbNO3
11.  NaOH 8%
12.  Campuran K2C2O4  + Na2HPO4.6H2O 10%
    V.            CARA KERJA
v  Analisa Pendahuluan Tetes (Analisa Pol Sakarosa)
1.      Menimbang 35,75 gram tetes dengan timbangan analitik.
2.      Melarutkan dengan aquades dan memasukan dalam labu takar 250 ml dengan penambahan Pb nitrat 30 ml, NaOH 30 ml, dan aquades hingga batas.
3.      Memutar labu takar hingga homogen, kemudian tapis.
4.      Mengambil filtrat 100 ml dan memasukan dalam labu takar 100/110 ml.
5.      Menambahkan 10 ml Al2(SO4)3, putar labu takar hingga homogen dan kemudian tapis.
6.      Mengambil filtrat 50 ml dan dimasukan dalam labu takar 100 ml degan penambahan HCl 30 ml, diinversikan selama 2 jam.
7.      Setelah diinversikan, menambahkan aquades hingga batas, gojog kemudian saring dan amati %pol sakarosa dengan sucromat.
v  ANALISA GULA REDUKSI
Persiapan Filtrat
1.      Menimbang 12,5 gram tetes dengan timbangan analitik, dan dimasukan dalam labu takar 250 ml
2.      Menambahkan 25 ml acetat timah hitam 10 %
3.      Menambahkan aquadest hingga batas labu takar 250 ml
4.      Menggojog larutan dan tapis larutan tersebut untuk diperoleh filtratnya
5.      Mengambil filtrat 100 ml dengan pipet volume 100 ml, dan memasukan dalam labu takar 500 ml
6.      Menambahkan larutan campuran natrium phospat-kalium oksalat 10 ml
7.      Menambahkan aquadest hingga batas labu takar 250 ml
8.      Menggojog larutan dan tapis hingga diperoleh filtrat
9.      Memasukan filtrat hasil tapisan kedalam buret bengkok

Titrasi Gula Reduksi
1.      Mengambil 5 ml Fehling normal dan memasukan dalam erlenmayer
2.      Menambahkan 15 ml filtrat dari buret bengkok, dan masukan batu apung
3.      Mendidihkan larutan hingga mendidih 15 detik
4.      Menambahkan indikator MB 3 tetes.
5.      Dan lanjutkan titrasi dalam kondisi panas hingga warna beruubah dari biru keunguan menjadi merah bata.
 VI.            DATA PENGAMATAN
Berat kosong 1
119,0500 gram
Berat tetes
35,75 gram
Berat kosong 2
50,1348 gram
Berat tetes (analisa sukrosa)
12,5 gram
Pol sebelum inversi
12,99 %
Pol sesudah inversi
-3,7%
Ml titrasi 1
22,8 ml
Ml titrasi 2
22,6 ml

VII.            PERHITUNGAN
Perhitungan pol sakarosa
            Pol sebelum inversi     : 12,99 %
            Pol sesudah inversi      : -3,7%
            Suhu inversi                : 32,9
Tabel VII hubungan antara pol inversi dengan suhu.
Pol inversi
Suhu (32  )
-8
144,77
-7,4
X
-7
144,71
           



               X = 144,71 – (1,4) (144,77 – 144,71)
                   = 144,71 – (1,4) (0,06)
                   = 144,626
               Z  =
                    =
                    = 31,70
               Perhitungan gula reduksi tetes
Berat timbangan                      : 12,5 gram
Pengenceran                            :
                        Faktor Fehling (F)                   : 0,984
                        Perhitungan GR (ml titrasi)     : 22,7 ml
                        Kadar pol sakarosa                  : 31,7 %
                        Gram NM                                : 12,5 gram x 0,08       = 1 gram
                        Gram sakarosa                         :
                                                :  = 0,317gram
Ml titrasi terkoreksi                 : ml titrasi x F
                                                : 22,7 ml x 0,984 = 22,3 ml
Tabel IX  Perhitungan Banyaknya mg Gula Reduksi Cara Eynon & Lane
ml lart. Gula yang dipakai
mg gula reduksi tiap 100 ml
0
0,317
0,5
22
231,8
X
230,0
22,3

Y

23
222,2
Z
220,4

Interpolasi       :
                        X         : 231,8 – (
                                    : 231,8 – (0,634) (1,8)
                                    : 230,65
                        Z          : 222,2 – (0,634) (1,8)
                                    : 221,05
                        Y         : 230,65 – (0,3) (230,65 – 221,05)
                                    : 230,65 – 2,88
                                    : 227,77
            % GR             :
                                    :
                                    : 22,777 %
VIII.            PEMBAHASAN
Analisa gula reduksi khususnya di pabrik gula digunakan sebagai acuan bagian pengolahan untuk mengendalikan jalannya proses pengolahan nira menjadi tebu, dimana analisa gula reduksi apabila dihasilkan nilai yang tinggi menandakan tingkat kerusakan gula selama proses pengolahan juga tingkat dan ini sangat tidak diinginkan di pabrik gula yang berarti hasil gula akan menurun dan juga berdampak pada jalannya proses, parameter yang lain juga dapat dilihat dari hasil analisa tetes karena tetes merupakan hasil samping dari proses pembuatan gula sehingga apabila pol tetes tinggi maka gula yang terikut didalam hasil samping juga tinggi, menandakan proses pengolahn tidak berjalan baik begitu juga dengan gula reduksi.
Untuk analisa gula reduksi bisa dilakukan dengan beberapa cara antara lain eynon-lane, schrool, dan luff. Masing-masing memiliki prinsip yang berbeda-beda, untuk cara analisa eynon-lane yang digunakan kali ini menggunakan prinsip titrimetri dalam kondisi panas dengan indikator MB, logam Cu yang dihasilkan dari penambahan fehling I dan suasana sedikit alkalis dari penambahan garam snigtnatte dan NaOH (fehling II). Analisa gula reduksi juga membutuhkan data analisa pendahuluan pol, brix untuk perhitungan.
Analisa gula reduksi dilakukan dengan penimbangan bahan terlebih dahulu dengan pengenceran 250 ml labu takar, penimbangan ini disesuaikan dengan kondisi bahan (tetes) karena apabila gula reduksi yang dimiliki terlalu tinggi menimbang 12,5 gram tidak bisa dititrasi (warna tetap merah bata), sehingga harus diencerkan dengan menimbang sampel lebih kecil, namun praktikum kemarin tidak diperlukan adanya pengenceran ataupun pemekatan kembali sampel, dengan ml titrasi rata-rata yang diperoleh 22,7 ml. Dalam beberapa kejadian selama titrasi apabila ditambah indikator MB selain warna tetap merah bata yang artinya GR terlalu tinggi sehingga perlu diencerkan dengan menimbang lebih kecil juga bisa ada beberapa kejadian yaitu warna biru tetapi sampai 50 ml dan tidak berubah warna merah bata maka gula reduksi yang dimiliki rendah sehingga perlu dipekatkan dengan menimbang lebih besar, dan yang diharapkan adalah setelah ditambah indikator MB warna berubah biru kemudian dilanjutkan titrasi hingga warna merah bata.
Perhitungan % GR seperti pada bagian perhitungan dengan menggunakan data anlisa pendahuluan serta bantuan dari tabel IX banyaknya mg gula reduksi acar eynon-lane, kemudian faktor fehling menggunakan nilai perhitungan praktikum sebelumnya, sehingga dari keseluruhan perhitungan diperoleh % gula reduksi 22,77% yang menandakan kerusakan gula pada sampel tetes sudah terlalu tinggi.
 IX.            KESIMPULAN
ü  % Gula reduksi tetes yang terhitung sebesar 22,77 %.
ü  Kandungan GR dalam tetes tinggi.
    X.            DAFTAR PUSTAKA
Diakses pada hari senin, 2 november 2015
 XI.            LEMBAR PENGESAHAN
Yogyakarta, 5 November 2015
                        Pembimbing praktikum                                           Praktikan


                        Ari Suryati                                                                 Derry Intarti Ika Dewi
                                                                                                            NIM. 13.01.003


                                                                                                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar