I.
JUDUL
Analisa
Gula Reduksi Tetes Metode Eynon-Lane
II.
TUJUAN
·
Mengetahui % gula reduksi dari tetes
dengan metode Eynon-Lane.
·
Memahami dan mampu melakukan analisa
gula reduksi dengan metode Eynon-Lane
III.
DASAR TEORI
Molase adalah sejenis sirup yang
merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir. Molase tidak dikristalkan
karena mengandung glukosa dan fruktosa yang tidak dikristalkan lagi. Sumber
molase itu sendiri didapatkan dari 2 macam. Pertama dari tebu dan kedua dari
bit. Dari kedua sumber tersebut akan didapatkan molase yang berbeda sifat dan
pengolahannya. Molase dari tebu dapat dibedakan menjadi 3 jenis. Molase kelas 1
, kelas 2 dan black strap. Molase kelas 1 didapatkan saat pertama kali jus tebu
dikristalisasi. Saat dikristalisasi terdapat sisa jus yang tidak mengristal dan
berwarna bening. Maka sisa jus ini langsung diambil sebagai molase kelas 1. Kemudian
molase kelas 2 atau biasa disebut dengan ”Dark” diperoleh saat proses kristalisasi
kedua. Warnanya agak kecoklatan sehingga sering disebut juga dengan istilah
”Dark”. Dan molase kelas terakhir, Black Strap diperoleh dari kristalisasi
terakhir. Warna black strap ini memang mendekati hitam (coklat tua) sehingga
tidak salah jika diberi nama ”Black Strap” sesuai dengan warnanya. Black strap
ternyata memiliki kandungan zat yang berguna. Zat-zat tersebut antara lain
kalsium, magnesium, potasium, dan besi. Black strap memiliki kandungan kalori
yang cukup tinggi, karena terdiri dari glukosa dan fruktosa. Berbagai vitamin
terkandung pula di dalamnya.
Karbohidrat merupakan senyawa
polihidroksiketon atau polihidroksialdehid yang mengandung unsur karbon,
hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat sangatlah beragam sifatnya. Salah satu
perbedaan utama antara berbagai tipe karbohidrat adalah tipe molekulnya.
Berbagai senyawa yang termasuk karbohidrat mempunyai berat molekul yang berbeda
yaitu dari senyawa yang sederhana yang mempunyai berat molekul 90 hingga 50.000
bahkan lebih. Berbagai senyawa tersebut digolongkan menjadi tiga golongan
yaitu golongan monosakarida, disakarida dan polisakarida. Sebagian
karbohidrat bersifat gula pereduksi. Gula pereduksi adalah golongan gula
(karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron. Contohnya
adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang
mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Semua monosakarida (glukosa,
fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati
(polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi. Umumnya gula pereduksi yang
dihasilkan berhubungan erat dengan aktivitas enzim, di mana semakin tinggi
aktifitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan. Jumlah
gula pereduksi yang dihasilkan selama reaksi diukur dengan menggunakan pereaksi
asam dinitro salisilat/dinitrosalycilic acid (DNS) pada panjang gelombang 540
nm. Semakin tinggi nilai absorbansi yang dihasilkan, semakin banyak pula gula
pereduksi yang terkandung.
Gugus aldehida atau gugus keton monosakarida dapat
direduksi secara secara kimia menjadi , misalnya D-sorbito yang berasal dari
D-glukosa.
Contoh gula nonpereduksi: sukrosa, rafinosa, stakiosa,
dan verbakosa. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena
keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom
C-1 pada gugus glukosanya, karena itu laktosa bersifat pereduksi sedangkan
sukrosa bersifat nonpereduksi.
Fruktosa dikatakan gula non pereduksi, padahal dalam
faktanya fruktosa adalah gula pereduksi karena mengandung gugus ketosa. Tetapi,
gugus ketosa pada atom C no 2 fruktosa ini menyebabkan fruktosa tidak mempunyai
atom H yang dapat mereduksi reagen, yang artinya fruktosa tidak dapat mereduksi
reagen, sehingga fruktosa merupakan gula non pereduksi.
Beberapa metode kimia untuk penentuan monosakarida dan
oligosakarida dipisahkan berdasarkan banyaknya agen perduksi yang dapat
bereaksi dengan senyawa lain untuk diendapkan atau membentuk warna secara
kuantitatif . Konsentrasi dari karbohidrat dapat ditentukan dengan metode
gravimetri , spektrofometri, dan titrasi volumetri.
Gula
mereduksi Cupro (Cu2+) dalam suasana alkali. Setelah semua kuper
direduksi, gula akan mereduksi methylen blue menjadi methylen white.
Reaksi :
- 2 Cu2+ +
2 OH- + 2e à Cu2O + H2O
- RCHO + 2OH- à RCOOH
+ H2O + 2e
- RCHO + 2 Cu2 +
4OH- à RCOOH + Cu2O + 2 H2O
Penentuan gula dengan metode
Lane-Eynon adalah dengan cara menitrasi reagen Soxhlet (larutan CuSO4,
K-Na-tartat) dengan larutan gula yang diselidiki. Banyaknya larutan contoh yang
dibutuhkan untuk menitrasi reagen Soxhlet dapatdiketahui
banyaknya gula yang ada dengan melihat pada tabel Lane-Eynon. Agar diperoleh
penentuan yang tepat maka reagen Soxhlet perlu distandarisasi
dengan larutan gula standar. Standarisasi ini dikerjakan untuk menentukan
besarnya faktor koreksi dalam menggunakan tabel Lane-Eynon.Pada
titrasi reagen Soxhlet dengan larutan gula akan berakhir apabila warna larutan
berubah dari biru menjadi tidak berwarna. Indikator yang digunakan pada
cara ini adalah methilen biru.
Metode Lane-eynon adalah metode titrasi (volumetri)
untuk penentuan gula pereduksi. Penentuan gula reduksi dengan metode ini
didasarkan atas pengukuran standar yang dibutuhkan untuk mereduksi preaksi
tembaga basa yang diketahui volumenya. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan
hilangnya warna indikator metilen biru. Titik akhir titrasi merupakan jumlah
yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga. (Apriyanto, 1989).
Titrasi lane eynon digunakan untuk menghitung kadar
gula tereduksi. Melalui metode ini dapat diketahui sisa gula reduksi yang
terdapat dalam larutan, sehingga dapat dihitung berapa konversi yang diperoleh.
Titrasi ini menggunakan indikator metilen biru.
Perubahan warna yang terjadi adalah dari biru hingga semua warna biru hilang
berganti menjadi kemerahan yang menandakan adanya endapan tembaga oksida. Warna
dapat kembali menjadi biru karena teroksidasi oleh udara. Untuk mencegah hal
tersebut, titrasi dilangsungkan dengan mendidihkan larutan yang dititrasi
sehingga uap dapat mencegah kontak dengan udara dan mencegah terjadinya
oksidasi kembali.
Metode ini didasarkan pada sifat aldehid dan keton
yang dapat mereduksi larutan alkali, dalam hal ini digunakan tembaga tartrat
yang dikenal sebagai larutan Fehling. Larutan Fehling yang digunakan merupakan
campuran larutan tembaga sulfat dan laruta alkali tartrat. Gula reduksi
merupakan reduktor kuat sedangkan Cu2+ merupakan oksidator lemah. Gula
mereduksi Cu2+ membentuk endapan Cu2O yang berwarna merah bata.
Metode Lane-Eynon digunakan untuk menentukan dekstrosa
, maltose dan gula terkait yang terkandung dalam sirup glukosa dengan cara
mereduksi tembaga sulfat (CuSO4) dalam larutan fehling (Pancoast, 1980). Dalam
pereaksi fehling ion Cu++ direduksi menjadi Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan
sebagai Cu2O (Poedjiadi, 1994).
Metode Lane Eynon merupakan metode
penentuan secara volumetri dengan pereaksi Fehling A dan Fehling B merupakan
campuran garam saitgnette(C4H4KnaO6.4H2O) dan NaOH.
Gula Reduksi dengan larutan Fehling B akan membentuk enediol,yang
kemudian enediol ini akan bereaksi dengan ion kupri (Fehling A) akan
membentuk ion kupro dan campuran dan campuran asam-asam. Selanjutnya ion kupro
dalam suasana akan membentuk kupro oksida yang dalam keadaan panas mendidih
akan mengendap menjadi endapan kupro oksida (Cu2O).
Terbentuknya endapan berwarna merah yaitu kupro oksida
(Cu2O) akibat adanya reaksi reduksi oksidasi (redoks), gugus aldehid pada
glukosa akan mereduksi ion tembaga (II) menjadi tembaga (I) oksida. Karena
larutan bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya teroksidasi menjadi
sebuah garam dari asam karboksilat yang sesuai. Persamaan untuk reaksi-reaksi
ini selalu disederhanakan untuk menghindari keharusan menuliskan ion tartrat
atau sitrat pada kompleks tembaga dalam rumus struktur.
IV.
ALAT DAN BAHAN
·
Alat
1.
Labu takar 250 ml, 500 ml
2.
Corong gelas
3.
Kertas saring
4.
Pengaduk
5.
Buret
6.
Pemanas
7.
Gelas ukur 5 ml, 10 ml, dan 25 ml
8.
Pipet tetes
9.
Pipet volum 100 ml
10. Timbangan analitik
11. Gelas kimia 250 ml
12. Erlenmayer
·
Bahan
1.
Tetes (molases)
2.
Pb nitrat 50%
3.
NaOH
4.
Aquades
5.
Al2 (SO4)3 30
%
6.
HCL
7.
ATN 10 %
8.
Larutan Fehling I dan II
9.
Indikator MB
10. PbNO3
11. NaOH 8%
12. Campuran K2C2O4 + Na2HPO4.6H2O
10%
V.
CARA KERJA
v Analisa Pendahuluan Tetes (Analisa Pol Sakarosa)
1.
Menimbang 35,75 gram tetes dengan
timbangan analitik.
2.
Melarutkan dengan aquades dan memasukan
dalam labu takar 250 ml dengan penambahan Pb nitrat 30 ml, NaOH 30 ml, dan
aquades hingga batas.
3.
Memutar labu takar hingga homogen,
kemudian tapis.
4.
Mengambil filtrat 100 ml dan memasukan
dalam labu takar 100/110 ml.
5.
Menambahkan 10 ml Al2(SO4)3,
putar labu takar hingga homogen dan kemudian tapis.
6.
Mengambil filtrat 50 ml dan dimasukan
dalam labu takar 100 ml degan penambahan HCl 30 ml, diinversikan selama 2 jam.
7.
Setelah diinversikan, menambahkan aquades
hingga batas, gojog kemudian saring dan amati %pol sakarosa dengan sucromat.
v ANALISA
GULA REDUKSI
Persiapan Filtrat
1. Menimbang
12,5 gram tetes dengan timbangan analitik, dan dimasukan dalam labu takar 250
ml
2. Menambahkan
25 ml acetat timah hitam 10 %
3. Menambahkan
aquadest hingga batas labu takar 250 ml
4. Menggojog
larutan dan tapis larutan tersebut untuk diperoleh filtratnya
5. Mengambil
filtrat 100 ml dengan pipet volume 100 ml, dan memasukan dalam labu takar 500
ml
6. Menambahkan
larutan campuran natrium phospat-kalium oksalat 10 ml
7. Menambahkan
aquadest hingga batas labu takar 250 ml
8. Menggojog
larutan dan tapis hingga diperoleh filtrat
9. Memasukan
filtrat hasil tapisan kedalam buret bengkok
Titrasi
Gula Reduksi
1. Mengambil
5 ml Fehling normal dan memasukan dalam erlenmayer
2. Menambahkan
15 ml filtrat dari buret bengkok, dan masukan batu apung
3. Mendidihkan
larutan hingga mendidih 15 detik
4. Menambahkan
indikator MB 3 tetes.
5. Dan
lanjutkan titrasi dalam kondisi panas hingga warna beruubah dari biru keunguan
menjadi merah bata.
VI.
DATA PENGAMATAN
Berat
kosong 1
|
119,0500
gram
|
Berat
tetes
|
35,75
gram
|
Berat
kosong 2
|
50,1348
gram
|
Berat
tetes (analisa sukrosa)
|
12,5
gram
|
Pol
sebelum inversi
|
12,99
%
|
Pol sesudah inversi
|
-3,7%
|
Ml
titrasi 1
|
22,8
ml
|
Ml
titrasi 2
|
22,6
ml
|
VII.
PERHITUNGAN
Perhitungan pol sakarosa
Pol
sebelum inversi : 12,99 %
Pol
sesudah inversi : -3,7%
Suhu
inversi : 32,9 

Tabel VII hubungan antara pol inversi
dengan suhu.
Pol inversi
|
Suhu
(32
![]() |
-8
|
144,77
|
-7,4
|
X
|
-7
|
144,71
|
X = 144,71 – (1,4) (144,77 – 144,71)
= 144,71 –
(1,4) (0,06)
= 144,626
Z = 

= 

= 31,70
Perhitungan gula reduksi tetes
Berat timbangan : 12,5 gram
Pengenceran :

Faktor Fehling (F) : 0,984
Perhitungan GR (ml
titrasi) : 22,7 ml
Kadar pol sakarosa :
31,7 %
Gram NM : 12,5 gram x 0,08 = 1 gram
Gram sakarosa : 

:
= 0,317gram

Ml titrasi terkoreksi : ml titrasi x F
: 22,7 ml x 0,984 = 22,3
ml
Tabel
IX Perhitungan Banyaknya mg Gula Reduksi
Cara Eynon & Lane
ml
lart. Gula yang dipakai
|
mg
gula reduksi tiap 100 ml
|
||
0
|
0,317
|
0,5
|
|
22
|
231,8
|
X
|
230,0
|
22,3
|
|
Y
|
|
23
|
222,2
|
Z
|
220,4
|
Interpolasi :
X : 231,8 – (

: 231,8 –
(0,634) (1,8)
: 230,65
Z : 222,2 – (0,634) (1,8)
: 221,05
Y : 230,65 – (0,3) (230,65 – 221,05)
: 230,65 –
2,88
: 227,77
%
GR :


: 

: 22,777 %
VIII.
PEMBAHASAN
Analisa
gula reduksi khususnya di pabrik gula digunakan sebagai acuan bagian pengolahan
untuk mengendalikan jalannya proses pengolahan nira menjadi tebu, dimana
analisa gula reduksi apabila dihasilkan nilai yang tinggi menandakan tingkat
kerusakan gula selama proses pengolahan juga tingkat dan ini sangat tidak
diinginkan di pabrik gula yang berarti hasil gula akan menurun dan juga
berdampak pada jalannya proses, parameter yang lain juga dapat dilihat dari
hasil analisa tetes karena tetes merupakan hasil samping dari proses pembuatan
gula sehingga apabila pol tetes tinggi maka gula yang terikut didalam hasil
samping juga tinggi, menandakan proses pengolahn tidak berjalan baik begitu
juga dengan gula reduksi.
Untuk
analisa gula reduksi bisa dilakukan dengan beberapa cara antara lain
eynon-lane, schrool, dan luff. Masing-masing memiliki prinsip yang
berbeda-beda, untuk cara analisa eynon-lane yang digunakan kali ini menggunakan
prinsip titrimetri dalam kondisi panas dengan indikator MB, logam Cu yang
dihasilkan dari penambahan fehling I dan suasana sedikit alkalis dari
penambahan garam snigtnatte dan NaOH (fehling II). Analisa gula reduksi juga
membutuhkan data analisa pendahuluan pol, brix untuk perhitungan.
Analisa
gula reduksi dilakukan dengan penimbangan bahan terlebih dahulu dengan
pengenceran 250 ml labu takar, penimbangan ini disesuaikan dengan kondisi bahan
(tetes) karena apabila gula reduksi yang dimiliki terlalu tinggi menimbang 12,5
gram tidak bisa dititrasi (warna tetap merah bata), sehingga harus diencerkan dengan
menimbang sampel lebih kecil, namun praktikum kemarin tidak diperlukan adanya
pengenceran ataupun pemekatan kembali sampel, dengan ml titrasi rata-rata yang
diperoleh 22,7 ml. Dalam beberapa kejadian selama titrasi apabila ditambah
indikator MB selain warna tetap merah bata yang artinya GR terlalu tinggi
sehingga perlu diencerkan dengan menimbang lebih kecil juga bisa ada beberapa
kejadian yaitu warna biru tetapi sampai 50 ml dan tidak berubah warna merah
bata maka gula reduksi yang dimiliki rendah sehingga perlu dipekatkan dengan
menimbang lebih besar, dan yang diharapkan adalah setelah ditambah indikator MB
warna berubah biru kemudian dilanjutkan titrasi hingga warna merah bata.
Perhitungan
% GR seperti pada bagian perhitungan dengan menggunakan data anlisa pendahuluan
serta bantuan dari tabel IX banyaknya mg gula reduksi acar eynon-lane, kemudian
faktor fehling menggunakan nilai perhitungan praktikum sebelumnya, sehingga
dari keseluruhan perhitungan diperoleh % gula reduksi 22,77% yang menandakan kerusakan
gula pada sampel tetes sudah terlalu tinggi.
IX.
KESIMPULAN
ü %
Gula reduksi tetes yang terhitung sebesar 22,77 %.
ü Kandungan
GR dalam tetes tinggi.
X.
DAFTAR PUSTAKA
Diakses pada hari senin, 2 november 2015
XI.
LEMBAR PENGESAHAN
Yogyakarta, 5 November
2015
Pembimbing
praktikum Praktikan
Ari Suryati Derry
Intarti Ika Dewi
NIM.
13.01.003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar