Jumat, 07 Agustus 2015

Aciditas nira mentah - Teknik Kimia Gula

       I.            JUDUL
Menentukan Aciditas Nira Mentah

    II.            TUJUAN
·         Menganalisa banyaknya basa yang dibutuhkan untuk menetralkan asam
·         Mengetahui nilai aciditas nira mentah

 III.            DASAR TEORI
Asiditas adalah kemampuan/kapasitas air untuk menetralkan ion OH-. Penyebab Asiditas umumnya adalah asam – asam lemah, seperti H2PO4-, HPO4, CO2, HCO3, Protein dan ion-ion logam bersifat asam seperti Fe3.
Penentuan asiditas lebih sulit dibanding alkalinitas. Hal ini di sebabkan oleh adanya 2 (dua) zat utama yang berperan yaitu COdan H2S yang keduanya mudah menguap, mudah hilang dari sampel yang di ukur.
Total asiditas di tentukan oleh satuan dengan basa sampai titik akhir Fenolptalin (pH 8,2). Maka untuk asam mineral bebas di tentukan oleh satuan basa lemah sampai titik akhir indicator methil jingga pada pH 4,3.
Asiditas adalah Merupakan jumlah basa yang diperlukan untuk menetralisir asam di dalam air (tanpa menaikkan pH air).
Dipengaruhi Oleh:
a.       CO2 terlarut
 Udara dan penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme
b.      Asam Mineral
Industri pengolahan logam/ pembuatan bahan kimia secara alami ada dalam air alam
c.       Asam Humus
Dihasilkan oleh tumbuhan air yang melepaskan senyawa asam dan warna (umumnya air rawa dan danau)




 IV.            ALAT DAN BAHAN
Ø  Alat
1.      Buret
2.      Pipet volum 100 ml
3.      Pipet tetes
4.      Gelas kimia 500 ml
5.      Cawan tetes
6.      Pemanas
Ø  Bahan
1.      Nira mentah 100 ml
2.      Indikator BTB
3.      Indikator PP
4.      Larutan air kapur 1/28 N
5.      HCl 1/28 N

    V.            CARA KERJA
Ø  Cara membuat air kapur 1/28 N
1.      Air kapur yang akan digunkana di endapkan terlebih dahulu
2.      Air kapur yang akan dibuat 1/28 N di titrasi asam-basa dengan HCl 1/28 N
3.      Jika tidak diperoleh nilai N yang sama antara air kapur dan HCl maka air kapur diencerkan dengan air hingga normalitas sama.
Ø  Penentuan aciditas nira mentah
1.      Memipet 100 ml nira mentah secara volumetri dengan pipet volum
2.      Mendidihkan nira mentah pada pemanas
3.      Titrasi dengan larutan air kapur yang telah dibuat nilai normalitasnya 1/28 N
4.      Siapkan cawan tetes dengan indikator BTB didalamnya
5.      Cek titik akhir titrasi dengan perubahan indikator BTB menjadi biru kehijauan
6.      Mendinginkan larutan titran
7.      Titrasi titran yang sudah didinginkan
8.      Siapkan cawan tetes dengan indikator PP
9.      Cek titik akhir titrasi dengan perubahan indikator PP menjadi merah muda

 VI.            DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Ø  Data pengamatan titrasi
Titrasi
Indikator BTB
Indikator PP
I
38,2
39
Total
77,2

Ø  Perhitungan
Aciditas NM = ml titrasi x
                                                                                                                         
                                             = 77,2 x 10
                                             = 772 mgCaO/L

VII.            PEMBAHASAN
            Analisa aciditas sangat diperlukan untuk mengetahui banyaknya kebutuhan kapur yang harus ditambahkan pada nira mentah agar nira mentah berubah netral yang berarti dengan kebutuhan kapur yang banyak maka nira mentah yang dianalisa terlalu asam, berdampak adanya inversi sukrosa dan perkembangan mikrobia.
Nira mentah yang telah dipanaskan dititrasi dan analisa menggunakan indikator BTB yang memiliki range pH 6-7,6 hingga biru kehijauan, fungsi dari pemanasan adalah untuk mempercepat proses titrasi agar titran segera mencapai titik akhir titrasi dikarenakan dari asam ke basa kemungkinan membutuhkan waktu yang lama jika dalam kondisi dingin, dan secara teori titrasi ini maksimal tidak boleh lebih dari 3 menit.
Sebelum dititrasi kembali dengan indikator yang digunakan PP nira didinginkan terlebih dahulu agar nira tidak lewat dari titik akhir titrasi, karena pada titrasi kali ini hanya menaikan pH lebih basa lagi sekitar 8,0 – 10,0 sehingga cukup waktu jika dalam kondisi dingin, dikhawatirkan jika dalam kondisi panas titrasi terlalu cepat dan nilai akhir titrasi tidak tepat.
              Dari analisa diatas diperoleh total nilai titrasi yang telah dilakukan yaitu 77,2 ml titrasi dan hasil perhitungan aciditas diperoleh nilai sebesar 772 mg CaO/L.

VIII.            KESIMPULAN
Ø  Banyaknya basa yang dibutuhkan untuk menetralkan nira mentah yang bersifat asam sebesar 772 mgCaO/L

 IX.            DAFTAR PUSTAKA
diakses pada hari senin, 4 mei 2015

    X.            PENGESAHAN
                                                                        Yogyakarta, 5 Mei 2015
Pembimibing Praktikan                                   Praktikan



Ari Suryati                                                     Derry Intarti Ika Dewi

                                                                        13.01.003

Pembutan Indikator PP -Teknik Kimia Gula

       I.            JUDUL
“Pembuatan Indikator PP 0,1 %.”
    II.            TUJUAN
ü  Mahasiswa mengetahui cara pembuatan indikator yang sering digunakan untuk analisa khusunya indikator PP 0,1%.
 III.            DASAR TEORI
Pengertian indikator asam-basa
Indikator asam-basa adalah senyawa khusus yang ditambahkan pada larutan, dengan tujuan mengetahui kisaran PH pada larutan tersebut.
Indikator merupakan zat yang ditambahkan untuk mencapai titik akhir titrasi, menunjukan indikasi reaksi, dan memiliki ciri tidak mempengaruhi reaksi, indikator memiliki warna asam dan warna basa.
Macam indikator ada 2 yaitu, larutan yang terdiri dari MO, PP, BTB, EBT, dll serta kristal yang terdiri dari XO.
Adapun sifat dari Indikator :
·         Mudah larut dalam air
·         Sulit larut dalam air
Fenolftalein (PP) memiliki rentang ph 8,0-10,0 dengan indikasi warna yaitu untuk asam tak berwarna dan untuk basa berubah merah.
 IV.            ALAT DAN BAHAN
·         ALAT
1)      Timbangan Digital
2)      Gelas kimia 100 ml
3)      Labu takar 50 ml
4)      Pipet tetes
·         BAHAN
1)      0,05 gram PP
2)      50 ml Alkohol 60-70 %
    V.            CARA KERJA
1)      Menimbang 0,05 gram serbuk PP dengan timbangan digital
2)      Melarutkan dalam alkohol kadar 60-70% sebanyak 50 ml
3)      Menuangkan kedalam labu takar 50 ml secara kuantitatif
4)      Menutup labu takar dengan kertas.
 VI.            PEMBAHASAN
Indikator merupakan salah satu komponen praktikum yang sering digunakan khususnya saat titrasi, ataupun pengecekan ph secara colorimetri, sehingga mahasiswa diharapkan mengetahui cara pembuatan indikator, dari praktikum yang telah dilakukan hanya menggunakan PP serbuk sebanyak 0,05 gram per 50 ml alkohol, serbuk PP yang sudah ditambahkan alkohol akan mengasilkan warna bening, dan perlakuan yang dilakukan hanya menggojog dan menutup mulut labu takar dengan kertas.
VII.            KESIMPULAN
ü  Pembuatan indikator PP 0,1 % menggunakan pelarut alkohol dengan kadar 60-70%
VIII.            DAFTAR PUSTAKA




Yogyakarta, 21 April 2015
Pembimbing Praktikum                                               Praktikan




Ari Suryati                                                                  Derry Intarti Ika Dewi

Kamis, 22 Januari 2015

Laporan praktikum Analisa Sakarosa Gula


       I.            JUDUL
ANALISA SAKAROSA GULA

    II.            TUJUAN
ü  Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui bagaimana proses reduksi gula terjadi
ü  Mahasiswa diharapkan mampu menganalisa sakarosa gula dan pengaruh gula yang tereduksi.

 III.            DASAR TEORI
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa (gula pasir), gula yang diperoleh dari bit atau tebu. Gula merupakan karbohidrat dalam bentuk monosakarida dan disakarida.

1.      Monosakarida
Gula monosakarida yang umumnya terdapat dalam pangan mengandung enam atom karbon dan mempunyai rumus umum C6H12O6. Tiga senyawa gula monosakarida yang penting antara lain:

a.       Glukosa
Glukosa memiliki tingkat rasa manis hanya 0,74 kali tingkat manis sukrosa. lukosa juga dikenal sebagai D-glukosa, Dextrosa, Glucolin, Dextropur, Dextrosol, gula darah, gula anggur dan gula sirup jagung. Terdapat luas dalam keadaan tak terikat dengan senyawa lain dalam buah dan bagian tanaman lain. Dapat terikat dalam senyawa glukosida dan dalam disakarida dan oligisakarida, dalam selulosa dan pati (polisakarida) dan dalam glikogen. Dibuat secara komersial dari pati berbagai tanaman. 

b.      Fruktosa 
Juga dikenal sebagai levulosa, senyawa ini secara kimiawi mirip glukosa kecuali susunan atom-atom dalam molekulnya sedikit berbeda. Fruktosa banyak terdapat dalam buah-buahan, madu. Fruktosa dapat dibentuk dari sirup hasil hidrolisa inulin (gula dari umbi tanaman bunga Dahlia) secara asam yang kemudian ditambah alkohol absolut. Dapat juga dibentuk secara isomerasi glukosa (dengan enzim isomerase) atau dari sukrosa secara enzimatis (enzim invertase). Fruktosa merupakan senyawa jenis gula yang paling manis (1,12 kali lebih manis daripada sukrosa) dan sering digunakan untuk mencegah rasa berpasir (sandiness) es krim. Labih mudah larut dalam air daripada glukosa. Satu gram fruktosa dapat larut dalam 15 ml alcohol atau dalam 14 ml methanol. Juga larut dalam aseton, piridin, etilamin, dan metilamin. 

2.      Disakarida
Gula-gula disakarida mempunyai rumus umum C12H22O11. Senyawa-senyawa ini terbentuk jika dua molekul monosakarida bergabung dengan melepaskan satu molekul air, seperti terlihat pada reaksi di bawah ini :
C6H12O6     +  C6H12O6      -->  C12H22O11   +   H2O
monosakarida     monosakarida           disakarida             air

Macam-macam disakarida:
a.       Sukrosa
Senyawa ini adalah yang dikenal sehari-hari dalam rumah tangga sebagai gula dan dihasilkan dalam tanaman dengan jalan mengkondensasikan glukosa dan fruktosa. Sukrosa didapatkan dalam sayuran dan buah-buahan, beberapa diantaranya seperti tebu dan bit gula mengandung sukrosa dalam jumlah yang relatif besar. Dari tebu dan bit gula itulah gula diekstraksi secara komersial. Madu lebah mengandung sebagian besar sukrosa dan hasil hidrolisisnya. Sukrosa dapat mengalami hidrolisa dalam larutan asam encer atau oleh enzim invertase  menjadi glukosa dan fruktosa. Selama hidrolisa putaran optis menurun dan yang mula-mula positif berubah menjadi negatif setelah menjadi hidrolisa sempurna. Campuran glukosa dan fruktosa disebut “gula invert” dan perubahannya disebut proses inverse. 

b.      Laktosa
Gula ini dibentuk dengan proses kondensasi glukosa dan galaktosa. Senyawa ini didapatkan hanya pada susu, dan menjadi satu-satunya karbohidrat dalam susu. 

c.       Maltosa
Molekul maltosa dibentuk dari hasil kondensasi dua molekul glukosa. Selama perkecambahan biji “barley”, pati diuraikan menjadi maltosa. “Malt” ingredien amat penting dalam pembuatan bir, dihasilkan pada proses ini. 
Semua gula berasa manis, tetapi tingkatan rasa manisnya tidak sama. Rasa manis berbagai macam gula dapat diperbandingkan dengan menggunakan skala nilai dimana rasa manis sukrosa dianggap 100. Tabel 1 menunjukan kemanisan nisbi bermacam-macam gula.

Tabel 1. Kemanisan nisbi berbagai gula
Gula
Kemanisan Nisbi
Fruktosa
173
Gula Invert
130
Sukrosa
100
Glukosa
74
Maltosa
32
Galaktosa
32
Laktosa
16

Hidrolisis sukrosa juga dikenal sebagai inversi sukrosa dan hasilnya yang berupa campuran glukosa dan fruktosa disebut “gula invert”, inversi dapat dilakukan baik dengan memanaskan sukrosa bersama asam atau dengan menambahkan enzim invertase. Sejumlah kecil gula invert yang ditambahkan pada sukrosa akan mengurangi kecenderungannya untuk mengikat selama sukrosa didihkan. Semua monosakarida dan disakarida yang telah disebut, kecuali sukrosa, dapat berperan sebagai agensia pereduksi dan karenanya dikenal sebagai gula reduksi. Kemampuan senyawa-senyawa gula mereduksi agensia pengoksidasi mendasari berbagai cara pengujian untuk glukosa dan gula-gula reduksi lainnya. Kandungan senyawa gula pada tiap-tiap bahan tersebut berbeda-beda, sehingga praktikum ini diadakan untuk mengetahui kandungan gula pada gula-gula tersebut baik gula reduksi maupun gula totalnya. 

Penentuan Gula Total dan Gula Reduksi
Gula total merupakan campuran gula reduksi dan non reduksi yang merupakan hasil hidrolisa pati. Semua monosakarida dan disakarida, kecuali sukrosa berperan sebagi agensia pereduksi dan karenanya dikenal sebagai gula reduksi. Kemampuan senyawa-senyawa gula mereduksi agensia pengoksidasi mendasari berbagai cara pengujian untuk glukosa dan gula-gula reduksi lainnya. 

Menurut SNI 01-2892-1992, cara uji gula, ada beberapa metode cara uji pada gula yaitu :
a.       Metode Luff Schoorl 
b.      Metode Lane Eynon 

Pada makalah ini metode yang digunakan adalah metode Luff Schoorl. Dipilih metode ini karena sangat menguntungkan dalam menganalisa gula nabati yang termasuk sukrosa yang merupakan rasa manis dasar sakarosa adalah disakarida , yang apabila direduksi akan menghasilkan monosakarida yang bersifat pereduksi. Monosakarida tersebut akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititar dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal NaOCl) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator. I2 bebas ini selanjutnya akan dititar dengan larutan standar natrium thiosulfat sehinga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahannya sebelum titik ekivalen.

Pada prinsipnya, iodometri merupakan reaksi reduksi oksidasi karena terjadi perubahan bilangan oksidasi (biloks) dari zat-zat yang terlibat dalam reaksi, dalam hal ini transfer electron dari pasangan pereduksi ke pasangan pengoksidasi. Oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom, ion atau molekul. Sedangkan reduksi adalah penangkapan satu atau lebih elektron. Tidak ada dalam elektron bebas dalam sistem kimia, oleh karena itu pelepasan elektron (oksidasi) selalu diikuti penangkapan elektron (reduksi). 

Reaksi
                (C6H10O5)n  +  n H2O --------> n. C6H12O6
                    C6H12O6  +  2 CuO ---------> Cu2O
                sisa CuO  +  2 KI  +  H2SO4  -------->  CuI2  +  K2SO4  +  H2O
                               CuI2        ----------->       Cu2I2  +  I2
                    I2  +  2 Na2S2O3     ---------->     2 NaI  +  Na2S4O6

Indikator 
Pada iodometri titrasi selalu berkaitan dengan I2, meskipun warna I2 berbeda dengan I2, secara teoritis untuk titrasi ini tidak memerlukan indikator, tapi karena warnanya dalam keadaan sangat lemah maka pada titrasi ini diperlikan indikator. Indikator yang digunakan adalah indikator amilum dan I2 akan bereaksi dan reaksinya adalah reaksi dapat balik.


 IV.            ALAT DAN BAHAN
                                i.            Alat :
1.      Gelas kimia 250 ml                       8. Timbangan analitik
2.      Labu takar 100 ml                         9. Termometer
3.      Gelas ukur 50 ml                           10. Kertas saring
4.      Pipet volum 50 ml                         11. Pengaduk
5.      Pembuluh pol                                12. Corong gelas
6.      Pembuluh pol berselimut air
7.      Ball pam

                              ii.            Bahan :
1.      Gula / sakarosa
2.      Aquades
3.      HCL 1:1

    V.            CARA KERJA
1)      Pembuatan larutan :
1.      Menimbang 26 gr gula dengan timbangan analitik
2.      Melarutkan dalam 50 gr aquades hingga homogen
3.      Memasukan ke dalam labu takar 100 ml
4.      Menapis larutan gula kemudian diambil filtratnya untuk pengamatan pol sebelum inversi
2)      Penentuan :
5.      Mengambil 50 ml filtrat larutan gula menggunakan pipet volum
6.      Memasukan dalam labu takar 100 ml
7.      Menambahkan 30 ml HCL 1:1  dan gojog
8.      Labu takar ditutup dengan kertas saring untuk inversi selama 2 jam
9.      Setelah di inversikan selama 2 jam melakukan penambahan aquades hingga batas
10.  Menapis kembali larutan gula hasil inversi
11.  Hasil tapisan di analisa pol sesudah inversi dan diamati suhu larutannya.

 VI.            HASIL PENGAMATAN
v  Pengamatan pol pengamatan
Koreksi mata
Pol sebelum inversi
Pol sesudah inversi
GA
GB
GA
GB
GA
GB
0,3
0,2
97,4
98,4
-13,4
-15,3
0,2
0,2
97,4
98,9
-13,6
-15,6
0,2
0,1
97,8
98,4
-13,5
-15,2
0,2
0,1
97,53
98,56
-13,5
-15,3

v  Suhu larutan    = 28
VII.            PERHITUNGAN
v  Rata-rata pengamatan pol
·         Rata koreksi mata
=  = 0,15
·         Rata pol sebelum inversi
=
·         Rata pol sesudah inversi
=
v  Pol sebelum inversi terkoreksi (
= 98,045 – 0,15
= 97,895
v  Pol sesudah inversi terkoreksi (
= -14,4 – 0,15
= -14,25
v  Nilai C (hubungan antara suhu larutan dengan pol terinversi)
Tabel VII
Suhu
Pol
28
-15
145,25
-14,25
C
-14
145,19

C = 145,25 –
   = 145,25 – (0,75) (0,06)
   = 145,25 – 0,045
   = 145,205
v  % Sakarosa gula (Z)
Z =
   =
  = 96,33 %
VIII.            PEMBAHASAN
Analisa sakarosa gula adalah analisa yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana sukrosa pecah menjadi glukosa dan fruktosa melalui proses yang disebut inversi, yang dalam prakteknya dapat melibatkan penggunaan enzim invertase atau menggunakan larutan asam encer yaitu dapat berupa HCL (1:1), dimana nanti suatu larutan bisa dikatakan mengalami inversi ditandai dengan berubahnya putaran optis aktif yang semula positif menjadi negatif, dalam prakteknya dapat dilihat dari hasil pengamatan pol dengan polarimeter.
Analisa pengaruh gula reduksi yang terjadi pada sakarosa dilakukan dengan menggunakan gula 26 gr dalam 100 ml aquades yang ditapis untuk didapat filtrat yang dari filtrat tersebut diperoleh hasil pengamatan pol sebelum inversi sebesar 98,045 dan sebelumnya dilakukan koreksi mata pengamat diperoleh rata-rata koreksi 0,15. Pol pengamatan sebelum inversi terkoreksi adalah nilai pengamatan pol yang diperoleh dari pengurangan nilai pol pengamatan dengan koreksi mata, sehingga nilai pol pengamatan sebelum inversi terkoreksi sebesar 97,895 (.
Filtrat hasil tapisan kemudian dipipet volum sebanyak 50 ml dimasukan dalam labu takar 100 ml dan dilakukan penambahan HCL (1:1) 30 ml sebagai penyebab terbentuknya gula reduksi, agar terjadi gula invert maka larutan gula yang sudah ditambahkan HCL (1:1) didiamkan selama 2 jam dalam kondisi labu takar tertutup, setelah terjadi inversi selama 2 jam dilakukan penambahan aquades 100 ml dan difiltrat kembali dan dianalisa lagi pol pengamatan dengan pembuluh pol berselimut air dan suhu larutan.
Hasil pengamatan pol sesudah inversi sebesar -14,4 dan pol sesudah inversi terkoreksi sebesar -14,25 dari nilai yang sudah diketahui maka nilai C diperoleh dari perhitungan tabel VII hubungan antara suhu larutan dan pol sesudah inversi terkoreksi yaitu sebesar 145,205 dan nilai Z merupakan % sakarosa sebesar 96,33 %, sehingga dari praktikum yang dilakukan dapat dilihat bahwa gula membentuk gula invert yaitu pecahnya sakarosa menjadi glukosa dan fruktosa.
            Hal yang perlu diperhatikan adalah penimbangan sampel harus tepat sehingga larutan yang dibuat sesuai prosedur paktikum.
 IX.            KESIMPULAN
Dari praktikum analisa gula diperoleh % sakarosa gula sebesar 96,33 % dan larutan gula mengalami inversi.

    X.            DAFTAR PUSTAKA
Ø  file:///C:/Users/D/Downloads/analisa/20sukrosa/penetapan-kadar-gula.html diakses pada tanggal 2 Desember 2014 pukul 18.30 Wib
Ø  file:///C:/Users/D/Downloads/analisa%20sukrosa/pemeriksaan-gula-reduksi.html diakses pada tanggal 2 Desember 2014 pukul 19.00 Wib

 XI.            PENGESAHAN
Yogyakarta, 17 Desember 2014
Pembimbing                                                                Praktikan



Ari Suryati                                                     Derry Intarti Ika Dewi
                                                                                    NIM. 13.01.003