I.
JUDUL
ANALISA SAKAROSA GULA
II.
TUJUAN
ü Mahasiswa
diharapkan mampu mengetahui bagaimana proses reduksi gula terjadi
ü Mahasiswa
diharapkan mampu menganalisa sakarosa gula dan pengaruh gula yang tereduksi.
III.
DASAR TEORI
Gula adalah suatu istilah umum yang
sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi
dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa (gula pasir),
gula yang diperoleh dari bit atau tebu. Gula merupakan karbohidrat dalam bentuk
monosakarida dan disakarida.
1. Monosakarida
Gula monosakarida yang umumnya
terdapat dalam pangan mengandung enam atom karbon dan mempunyai rumus umum
C6H12O6. Tiga senyawa gula monosakarida yang penting antara lain:
a. Glukosa
Glukosa memiliki tingkat rasa manis
hanya 0,74 kali tingkat manis sukrosa. lukosa juga dikenal sebagai D-glukosa,
Dextrosa, Glucolin, Dextropur, Dextrosol, gula darah, gula anggur dan gula
sirup jagung. Terdapat luas dalam keadaan tak terikat dengan senyawa lain dalam
buah dan bagian tanaman lain. Dapat terikat dalam senyawa glukosida dan dalam
disakarida dan oligisakarida, dalam selulosa dan pati (polisakarida) dan dalam
glikogen. Dibuat secara komersial dari pati berbagai tanaman.
b. Fruktosa
Juga dikenal sebagai levulosa,
senyawa ini secara kimiawi mirip glukosa kecuali susunan atom-atom dalam
molekulnya sedikit berbeda. Fruktosa banyak terdapat dalam buah-buahan, madu.
Fruktosa dapat dibentuk dari sirup hasil hidrolisa inulin (gula dari umbi
tanaman bunga Dahlia) secara asam yang kemudian ditambah alkohol absolut. Dapat
juga dibentuk secara isomerasi glukosa (dengan enzim isomerase) atau dari
sukrosa secara enzimatis (enzim invertase). Fruktosa merupakan senyawa jenis
gula yang paling manis (1,12 kali lebih manis daripada sukrosa) dan sering
digunakan untuk mencegah rasa berpasir (sandiness) es krim. Labih mudah larut
dalam air daripada glukosa. Satu gram fruktosa dapat larut dalam 15 ml alcohol
atau dalam 14 ml methanol. Juga larut dalam aseton, piridin, etilamin, dan
metilamin.
2. Disakarida
Gula-gula disakarida mempunyai rumus umum C12H22O11.
Senyawa-senyawa ini terbentuk jika dua molekul monosakarida bergabung dengan
melepaskan satu molekul air, seperti terlihat pada reaksi di bawah ini :
C6H12O6 +
C6H12O6 --> C12H22O11 + H2O
monosakarida monosakarida
disakarida air
Macam-macam disakarida:
a. Sukrosa
Senyawa ini adalah yang dikenal
sehari-hari dalam rumah tangga sebagai gula dan dihasilkan dalam tanaman dengan
jalan mengkondensasikan glukosa dan fruktosa. Sukrosa didapatkan dalam sayuran
dan buah-buahan, beberapa diantaranya seperti tebu dan bit gula mengandung
sukrosa dalam jumlah yang relatif besar. Dari tebu dan bit gula itulah gula
diekstraksi secara komersial. Madu lebah mengandung sebagian besar sukrosa dan
hasil hidrolisisnya. Sukrosa dapat mengalami hidrolisa dalam larutan asam encer
atau oleh enzim invertase menjadi glukosa dan fruktosa. Selama hidrolisa
putaran optis menurun dan yang mula-mula positif berubah menjadi negatif
setelah menjadi hidrolisa sempurna. Campuran glukosa dan fruktosa disebut “gula
invert” dan perubahannya disebut proses inverse.
b. Laktosa
Gula ini dibentuk dengan proses
kondensasi glukosa dan galaktosa. Senyawa ini didapatkan hanya pada susu, dan
menjadi satu-satunya karbohidrat dalam susu.
c. Maltosa
Molekul maltosa dibentuk dari hasil
kondensasi dua molekul glukosa. Selama perkecambahan biji “barley”, pati
diuraikan menjadi maltosa. “Malt” ingredien amat penting dalam pembuatan bir,
dihasilkan pada proses ini.
Semua gula berasa manis, tetapi tingkatan rasa
manisnya tidak sama. Rasa manis berbagai macam gula dapat diperbandingkan
dengan menggunakan skala nilai dimana rasa manis sukrosa dianggap 100. Tabel 1
menunjukan kemanisan nisbi bermacam-macam gula.
Tabel 1. Kemanisan nisbi berbagai gula
Gula
|
Kemanisan
Nisbi
|
Fruktosa
|
173
|
Gula
Invert
|
130
|
Sukrosa
|
100
|
Glukosa
|
74
|
Maltosa
|
32
|
Galaktosa
|
32
|
Laktosa
|
16
|
Hidrolisis sukrosa juga dikenal sebagai inversi
sukrosa dan hasilnya yang berupa campuran glukosa dan fruktosa disebut “gula
invert”, inversi dapat dilakukan baik dengan memanaskan sukrosa bersama asam
atau dengan menambahkan enzim invertase. Sejumlah kecil gula invert yang
ditambahkan pada sukrosa akan mengurangi kecenderungannya untuk mengikat selama
sukrosa didihkan. Semua monosakarida dan disakarida yang telah disebut, kecuali
sukrosa, dapat berperan sebagai agensia pereduksi dan karenanya dikenal sebagai
gula reduksi. Kemampuan senyawa-senyawa gula mereduksi agensia pengoksidasi
mendasari berbagai cara pengujian untuk glukosa dan gula-gula reduksi lainnya.
Kandungan senyawa gula pada tiap-tiap bahan tersebut berbeda-beda, sehingga
praktikum ini diadakan untuk mengetahui kandungan gula pada gula-gula tersebut
baik gula reduksi maupun gula totalnya.
Penentuan Gula Total dan Gula Reduksi
Gula total merupakan campuran gula
reduksi dan non reduksi yang merupakan hasil hidrolisa pati. Semua monosakarida
dan disakarida, kecuali sukrosa berperan sebagi agensia pereduksi dan karenanya
dikenal sebagai gula reduksi. Kemampuan senyawa-senyawa gula mereduksi agensia
pengoksidasi mendasari berbagai cara pengujian untuk glukosa dan gula-gula
reduksi lainnya.
Menurut SNI 01-2892-1992, cara uji gula, ada beberapa
metode cara uji pada gula yaitu :
a. Metode Luff
Schoorl
b. Metode Lane
Eynon
Pada makalah ini metode yang digunakan adalah metode
Luff Schoorl. Dipilih metode ini karena sangat menguntungkan dalam menganalisa
gula nabati yang termasuk sukrosa yang merupakan rasa manis dasar sakarosa
adalah disakarida , yang apabila direduksi akan menghasilkan monosakarida yang
bersifat pereduksi. Monosakarida tersebut akan mereduksikan CuO dalam larutan
Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga
dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititar dengan larutan Na2S2O3. Pada
dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita
akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana
proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam
larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal NaOCl) dalam larutannya
yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan
membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara
jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator. I2 bebas ini selanjutnya akan
dititar dengan larutan standar natrium thiosulfat sehinga I2 akan membentuk
kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam
suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahannya sebelum titik ekivalen.
Pada prinsipnya, iodometri merupakan reaksi reduksi
oksidasi karena terjadi perubahan bilangan oksidasi (biloks) dari zat-zat yang
terlibat dalam reaksi, dalam hal ini transfer electron dari pasangan pereduksi
ke pasangan pengoksidasi. Oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron
dari suatu atom, ion atau molekul. Sedangkan reduksi adalah penangkapan satu
atau lebih elektron. Tidak ada dalam elektron bebas dalam sistem kimia, oleh
karena itu pelepasan elektron (oksidasi) selalu diikuti penangkapan elektron
(reduksi).
Reaksi
(C6H10O5)n + n H2O --------> n. C6H12O6
C6H12O6 + 2 CuO --------->
Cu2O
sisa CuO + 2 KI + H2SO4
--------> CuI2 + K2SO4 + H2O
CuI2
-----------> Cu2I2 +
I2
I2 + 2 Na2S2O3
----------> 2 NaI + Na2S4O6
Indikator
Pada iodometri titrasi selalu
berkaitan dengan I2, meskipun warna I2 berbeda dengan I2, secara teoritis untuk
titrasi ini tidak memerlukan indikator, tapi karena warnanya dalam keadaan
sangat lemah maka pada titrasi ini diperlikan indikator. Indikator yang
digunakan adalah indikator amilum dan I2 akan bereaksi dan reaksinya adalah
reaksi dapat balik.
IV.
ALAT DAN BAHAN
i.
Alat :
1. Gelas
kimia 250 ml 8.
Timbangan analitik
2. Labu
takar 100 ml 9.
Termometer
3. Gelas
ukur 50 ml 10.
Kertas saring
4. Pipet
volum 50 ml 11.
Pengaduk
5. Pembuluh
pol 12.
Corong gelas
6. Pembuluh
pol berselimut air
7. Ball
pam
ii.
Bahan :
1. Gula
/ sakarosa
2. Aquades
3. HCL
1:1
V.
CARA KERJA
1) Pembuatan
larutan :
1. Menimbang
26 gr gula dengan timbangan analitik
2. Melarutkan
dalam 50 gr aquades hingga homogen
3. Memasukan
ke dalam labu takar 100 ml
4. Menapis
larutan gula kemudian diambil filtratnya untuk pengamatan pol sebelum inversi
2) Penentuan
:
5. Mengambil
50 ml filtrat larutan gula menggunakan pipet volum
6. Memasukan
dalam labu takar 100 ml
7. Menambahkan
30 ml HCL 1:1 dan gojog
8. Labu
takar ditutup dengan kertas saring untuk inversi selama 2 jam
9. Setelah
di inversikan selama 2 jam melakukan penambahan aquades hingga batas
10. Menapis
kembali larutan gula hasil inversi
11. Hasil
tapisan di analisa pol sesudah inversi dan diamati suhu larutannya.
VI.
HASIL PENGAMATAN
v Pengamatan
pol pengamatan
Koreksi mata
|
Pol sebelum inversi
|
Pol sesudah inversi
|
|||
GA
|
GB
|
GA
|
GB
|
GA
|
GB
|
0,3
|
0,2
|
97,4
|
98,4
|
-13,4
|
-15,3
|
0,2
|
0,2
|
97,4
|
98,9
|
-13,6
|
-15,6
|
0,2
|
0,1
|
97,8
|
98,4
|
-13,5
|
-15,2
|
0,2
|
0,1
|
97,53
|
98,56
|
-13,5
|
-15,3
|
v Suhu
larutan = 28 

VII.
PERHITUNGAN
v Rata-rata
pengamatan pol
·
Rata koreksi mata
=
= 0,15

·
Rata pol sebelum inversi
=


·
Rata pol sesudah inversi
=


v Pol
sebelum inversi terkoreksi (

= 98,045 – 0,15
= 97,895
v Pol
sesudah inversi terkoreksi (

= -14,4 – 0,15
= -14,25
v Nilai
C (hubungan antara suhu larutan dengan pol terinversi)
Tabel
VII
![]()
Pol
|
28
|
-15
|
145,25
|
-14,25
|
C
|
-14
|
145,19
|
C = 145,25 – 

= 145,25 – (0,75) (0,06)
= 145,25 – 0,045
= 145,205
v %
Sakarosa gula (Z)
Z = 

= 

=
96,33 %
VIII.
PEMBAHASAN
Analisa sakarosa gula
adalah analisa yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana sukrosa pecah menjadi
glukosa dan fruktosa melalui proses yang disebut inversi, yang dalam prakteknya
dapat melibatkan penggunaan enzim invertase atau menggunakan larutan asam encer
yaitu dapat berupa HCL (1:1), dimana nanti suatu larutan bisa dikatakan
mengalami inversi ditandai dengan berubahnya putaran optis aktif yang semula
positif menjadi negatif, dalam prakteknya dapat dilihat dari hasil pengamatan pol
dengan polarimeter.
Analisa pengaruh gula
reduksi yang terjadi pada sakarosa dilakukan dengan menggunakan gula 26 gr
dalam 100 ml aquades yang ditapis untuk didapat filtrat yang dari filtrat
tersebut diperoleh hasil pengamatan pol sebelum inversi sebesar 98,045 dan
sebelumnya dilakukan koreksi mata pengamat diperoleh rata-rata koreksi 0,15.
Pol pengamatan sebelum inversi terkoreksi adalah nilai pengamatan pol yang
diperoleh dari pengurangan nilai pol pengamatan dengan koreksi mata, sehingga
nilai pol pengamatan sebelum inversi terkoreksi sebesar 97,895 (
.

Filtrat hasil tapisan
kemudian dipipet volum sebanyak 50 ml dimasukan dalam labu takar 100 ml dan
dilakukan penambahan HCL (1:1) 30 ml sebagai penyebab terbentuknya gula
reduksi, agar terjadi gula invert maka larutan gula yang sudah ditambahkan HCL
(1:1) didiamkan selama 2 jam dalam kondisi labu takar tertutup, setelah terjadi
inversi selama 2 jam dilakukan penambahan aquades 100 ml dan difiltrat kembali
dan dianalisa lagi pol pengamatan dengan pembuluh pol berselimut air dan suhu
larutan.
Hasil pengamatan pol sesudah inversi sebesar -14,4 dan pol
sesudah inversi terkoreksi sebesar -14,25 dari nilai yang sudah diketahui maka
nilai C diperoleh dari perhitungan tabel VII hubungan antara suhu larutan dan
pol sesudah inversi terkoreksi yaitu sebesar 145,205 dan nilai Z merupakan %
sakarosa sebesar 96,33 %, sehingga dari praktikum yang dilakukan dapat dilihat
bahwa gula membentuk gula invert yaitu pecahnya sakarosa menjadi glukosa dan
fruktosa.
Hal yang perlu
diperhatikan adalah penimbangan sampel harus tepat sehingga larutan yang dibuat
sesuai prosedur paktikum.
IX.
KESIMPULAN
Dari praktikum analisa gula diperoleh % sakarosa
gula sebesar 96,33 % dan larutan gula mengalami inversi.
X.
DAFTAR PUSTAKA
Ø file:///C:/Users/D/Downloads/analisa/20sukrosa/penetapan-kadar-gula.html
diakses pada tanggal 2 Desember 2014 pukul 18.30 Wib
Ø file:///C:/Users/D/Downloads/analisa%20sukrosa/pemeriksaan-gula-reduksi.html
diakses pada tanggal 2 Desember 2014 pukul 19.00 Wib
XI.
PENGESAHAN
Yogyakarta,
17 Desember 2014
Pembimbing Praktikan
Ari
Suryati Derry
Intarti Ika Dewi
NIM.
13.01.003